Melirik Ukiran dan Gorga Batak
Untuk menangkal musnahnya Ukiran/Gorga Batak di era modernisasi ini, Seorang pengukir tradisional Batak, Jonnery Silalahi (38) kelahiran Balige Kabupaten Toba Samosir, ketika ditemui HalakHita di Galery TB Silalahi Center, Senin (4/5) menceritakan latar belakang menjadi seorang pengukir tradisional berawal karena memang sejak kecil telah berbakat dalam hal ukir-ukiran. Seiring dengan perjalanan waktu, Jonnery sebenarnya ingin sekolah khusus dibidang seni ukir, namun pada masa itu (80-an) belum ada sekolah seni, alhasil Jonnery sendiri merupakan alumni SMA Negeri 1 Balige (1990).
Letjend (Purn) TB Silalahi dengan sigap mengasuh Jonnery pemuda yang berbakat dalam mengukir. Tahun 2006 secara khusus di kirim ke Bali dan Yogyakarta untuk memperhalus ukirannya sekaligus memperdalam ilmu seni ukir-ukiran Batu dan Kayu yang diperoleh dari Sanggar yang satu ke Sanggar lainnya.
Gorga Batak diinformasikan bukan sekedar hiasan, tetapi memiliki penuh makna. Arti motif mencerminkan falsafah maupun pandangan hidup orang Batak yang suka musyawarah, gotongroyong, suka berterus terang, sifat terbuka, dinamis dan kreatif.
Kini lelaki yang mempersunting Ch Br Marbun tesebut telah mengelola sebuah bengkel dan gallery ukir yang lokasinya berada di kawasan TB Silalahi Center, di Desa Silalahi Pagar Batu. Jonnery kini telah beranggota dan telah menularkan ilmunya kepada 6 orang warga generasi muda Batak yang direkrut dari sekitar Balige.
Dia mengatakan, bahwa dalam hal mengukir ada tekniknya dan dibutuhkan kesabaran dan kehati-hatian, disamping perlu menguasai bentuk alat-alat ukir maupun segi pengelolaan. Gorga bisa dibuat dengan teknik ukir yang menggunakan pisau tajam, dengan alat pemukul dari kayu, ada juga yang dilukis dengan menggunakan bahan yang diolah sendiri dari batu-batuan, arang, getah pohon, dan sebagainya.
Adapun jenis-jenis ukiran yang telah dikerjakan disamping gorga rumah adat Batak diantaranya, Ulupaung, Jenggar, Sahang, Minimalis Hasapi, Tongkat Ukiran Batak dari Tanduk Lembu, Catur Batak, Hombung (tempat harta karun), Pot bunga, Jam dinding, Lemari Batak, Gantung Ulos, Bingkai Gorga Batak Motif Bali, Kapal Layar, Patung-patung dan hiasan-hiasan dinding.Semua jenis ukiran itu dapat diperoleh di Galery TB Silalahi Center, ujar ayah tiga anak yakni si kembar Wisnu dan Wardani (8) serta Taruna (5).
Diinformasikannya, harga sebuah Rumah Adat mini , ukuran 30×40 CM dapat diganti dengan uang sebesar 30 juta rupiah, dan Pohung (Ulubalang) sepasang seharga 600 ribu rupiah. Sedangkan jenis kayu yang digunakan adalah kayu Ungil dan Pinur. Daalam sebulan bengkel tersebut dapat meyelesaikan ukiran 3 unit ukuran 40×30 CM, sedangkan ukuran 3×5 CM mereka menghasilkan 100 unit.
Pemesan dating dari berbagai daerah, Pekanbaru, Jakarta , dan sekitar Tapanuli, ketus Manejer Galery TB Center ini ketika Tapanuli News menanyakan pemesan ukiran-ukiran tersebut.. Sementara jenis ukiran yang paling laris dibeli para pengunjung adalah jenis ukiran Rumah adat minimalis (3×5cm), dalam sebulan dirata-ratakan terjual 100 unit, sedangkan ukuran 30×40 cm rata-rata 4 unit.
Jonnery juga mengakui hingga saat ini, segala biaya operasional gallery dan bengkelnya masih disubsidi oleh Pak TB Silalahi, selaku Pembina dan pemilik TB Silalahi Center. Direncanakan untuk tahun depan Galery ini telah dapat menutupi segala biaya operasionalnya, karena pemasaran dan promosi Galery TB Center telah dikenal luas.
Guna melestarikan Rumah Adat Batak, TB Silalahi sendiri saat ini sedang membangun Rumah adfat Batak berukuran 6 x 8 m di Desa Silalahi Pagar Batu, yang langsung ditangani oleh Jonnery Silalahi sendiri dibantu para anggotanya. Direncanakan akan selesai bulan ini,dan akan diresmikan Pak TB Silalahi, Ujar alumni SMA 1 ini.
Sumber halakhita.blogdetik.com