Taman Monyet Parapat Monyetnya Ramah dan Tidak Menggigit
Taman Monyet, begitu namanya. Berada di kawasan hutan Sibatuloting, Desa Sibaganding Kecamatan Parapat – Simalungun, tepatnya 500 ratus meter dari jembatan Sibaganding atau dari tepi jalan lintas Pematang Siantar – Parapat. Menuju lokasi dari tepi jalan harus berjalan kaki karena jalan setapak, mendaki, berliku-liku dan banyak batu-batu besar menyerupai gua dan ada batu berlubang di lokasi itu yang dapat dilalui manusia.
Anehnya, begitu para pengunjung tiba di rumah pengelola penangkaran monyet itu, tiba-tiba secara tertib monyet-monyet itu berdiri antri, menantikan pembagian sesuatu dari pengunjung dengan sorat mata mengharap, menantikan pembagian pisang, biji kacang tanah, roti atau makanan apa saja yang dapat disantap. Mungkin karena sudah terbiasa pada orang-orang yang memberikan makanan maka tingkah laku monyet itu pun lucu sekali. “Ada ratusan ekor monyet yang hidup bersama kami di sini,” kata Umar Manik memulai pembicaraannya dengan penulis.
Boleh jadi karena banyak pengunjung yang merasa takut berhadapan dengan ratusan monyet dan beruk, maka di lokasi itu dibangunlah rumah pelindung atau disebut “kurungan orang”. Rumah ‘kurungan’ itu terbuat dari jeruji besi, berukuran tiga kali dua meter. Gunanya untuk tempat pengunjung yang takut dengan monyet dan beruk tetapi ingin memberi makanan. Agar merasa aman dan nyaman serta dapat dekat dengan monyet-monyet dan beruk-beruk itu orang tersebut masuk ke rumah tahanan, lalu pintunya dikunci rapat-rapat.
Dengan demikian para pengunjung yang takut-takut itu dapat leluasa dan bebas menyodorkan pisang atau bahan makanan lainnya dari dalam kurungan. Dekat kurungan itu terdapat gudang tempat penyimpanan pisang sebagai bahan makanan monyet dan beruk. Pengunjung dapat membelinya untuk kemudian diberikan kepada monyet-monyet dan beruk-beruk yang ada di situ. Tidak jauh dari gudang penyimpanan pisang adalah rumah tempat tinggal Umar Manik dan keluarganya. Bangunan rumah itu berada di bawah pohon besar sehingga lokasi itu senantiasa teduh dan sejuk.
Berkumpulnya monyet-monyet dan beruk-beruk itu membuat warga tenang dan senang, sebab tidak merusak ladang masyarakat. Boleh jadi mungkin satwa itu merasa hidupnya diperhatikan dan dilindungi. Menurut Manik, apabila beruk-beruk dan monyet-monyet itu sudah kenyang, maka dengan sendirinya mereka akan pergi ke dalam hutan.
Tapi kalau Manik sudah meniup seruling dari tanduk kerbau yang selalu dibawanya, maka monyet-monyet itu pun akan berbondong-bondong mendatangi Manik. Lengkingan suara dari seruling tanduk kerbau itu bergaung di kawasan Hutan Sibatuloting, seakan menyuruh monyet-monyet itu untuk mendatangi Manik.
Satwa yang ada di lokasi itu bila diamati adalah jenis monyet (macacus synomolgas) dengan ciri-ciri kulit dan bulu berwarna abu-abu, kulit muka, telapak tangan dan kaki tidak berbulu serta ekor panjang. Di samping itu ada juga jenis beruk atau disebut kera besar (macacus nemestrinus) dengan ciri-ciri berekor pendek dan kecil. Kesukaan monyet-monyet itu, laiknya monyet-monyet lain, adalah memanjat dan bergantungan.
Kini daerah penangkaran Taman Monyet itu sudah menjadi daerah objek wisata di Parapat. Pengunjung dengan bebas bersama monyet dan beruk di alam terbuka tanpa merasa takut. "Satwa-satwa ini bukan milik pribadi saya, tetapi milik masyarakat, milik bersama. Mari kita pelihara dan lestarikan. Sayang kalau mereka sampai punah dan hilang" ujarnya dan mengimbau semua pihak untuk peduli dengan kehidupan satwa itu.
Diakuinya tidak mudah memelihara ratusan monyet-monyet dan beruk-beruk yang hidup bebas di alam yang asri itu, di kawasan hutan lindung yang harus dilestarikan. “Saya tidak akan mau mengemis untuk menghidupi kawanan satwa ini, tetapi terus berjuang untuk dapat melestarikannya dan mengajak siapa saja yang bersedia membantu untuk sekedar memberi makan demi kelangsungannya,” katanya menandaskan dengan wajah penuh bersahabat.
sumber: analisadaily