Tobatabo
 
Posted 08-11-2021 21:20  » Team Tobatabo

9 Tingkat Kepercayaan Asli Masyarakat Batak Toba

 
Foto Caption: Illustrasi. Kepercayaan orang Batak. (batakgaul)

TOBATABO.COM - Sebelum agama masuk ke Tano Batak, sudah ada kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat halak hita. Kebanyakan masyarakat Batak dulu percaya bahwa kekuatan dan kekuasaan tertinggi itu berada pada Debata Mula Jadi Nabolon yang menciptakan langit dan bumi.

Begitu juga dengan keberadaan Sisingamangaraja. Banyak yang meyakini kalau dia itu sakti dan bisa berhubungan langsung dengan Debata Mula Jadi Nabolon untuk membawa perintah yang akan disampaikannya. Bisa disebut sebagai santa ataupun nabi.

Dalam buku 'Mengenal Batak' (Ismail Manalu, 1985) disebutkan, dalam berkeyakinan, ada sembilan tingkatan kepercayaan masyarakat Batak Toba yang keseluruhannya saling berkaitan. Mulai dari tingkat pertama sampai tingkatan terakhir.

Apa saja 9 tingkatan itu? Berikut urutannya:

1. Tano ataupun tanah

Tanah diyakini sebagai muasal diciptakannya manusia oleh Sang Pencipta. Kemudian dijadikan sebagai tempat tinggal untuk memperjuangkan hidup, yang pada akhirnya dijadikan sebagai tempat berpulang.

Tanah setapak sangat begitu berharga bagi masyarakat Batak yang dijadikan sebagai kampung atau tanah kelahiran (tanah pusaka) yang disebut sebagai Bona Ni Pasogit. Konon, pada zaman dahulu, apabila seseorang hendak meningalkan kampung halamannya dan merantau ke tano panombangan, seseorang itu akan mengambil segengam tanah untuk dibawa ke tempat tujuan.

Setibanya di sana, seseorang itu akan menduduki terlebih dahulu tanah itu sebelum akhirnya ditaburkan di tanah yang akan ditempatinya.

2. Mudar ataupun darah

Masyarakat Batak meyakini tubuh berasal dari tanah. Maka tanah itu pun harus dialiri darah ke setiap sendi dalam tubuh agar dapat hidup sebagaimana mestinya.

Mudar nilainya sangat tinggi dan itu diyakini sebagai pemeliharaan keturununan dari hasil perkawinan yang resmi secara adat. Dulu, dalam persoalan jodoh, orangtua akan selalu ikut campur.

Tujuannya sebenarnya hanya satu, yakni agar darah keturunannya kelak tidak dikotori noda darah dari perbuatan zinah.

Karena perbuatan zinah itu akan mendatangkan kutuk dari nenek moyang mereka. Darah keturunan juga dihargai sebagai garis vertikal dan horizontal.

Garis vertikal nantinya dikatakan sebagai garis keturunan atau Tarombo, kemudian garis horizontal akan berfungsi sebagai Hula-hula/mora bagi pemberi, selanjutnya pernerima disebut sebagai Boru/Bere.

3. Partuturon

Partuturon merupakan hubungan kekeluargaan atau famili. Dari hubungan darah vertikal dan horizontal tadi, maka terbetuklah sebuah keluarga kecil yang akan segera berkembang yang terdiri dari Ego, Boru/bere dan Hula-hula/Mora.

Kemudian Partuturon itu akan berkembang melalu pernikahan hingga timbullah tata tertib keluarga yang terkandung di dalam Manat Mardongan Tubu, Elek Marboru dan Somba Marhulahula. Dan itu mempunyai sanksi dan hukum sendiri.

Apabila ada yang melakukan pelanggaran, seseorang itu diyakini tidak hanya mendapat hukuman kekelurgaan, melainkan juga hukum abstrak seperti kutukan yang tidak habis diterima oleh generasi berikutnya.

4. Parjambaron

Parjambaron dalam masyarakat Batak dikaitkan sebagai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban seseorang akan meluas kepada hak dan kewajiban kelompok (marga) ataupun desa.

Parjambaron atau jambar merupakan bentuk materi bagi masyarakat Batak yang sudah ditentukan. Dan ini dilihat bukan dari nilainya, melainkan fungsi dari dari jambar itu sendiri bagi si penerima.

Dalam upacara adat, yang bertugas sebagai pembuat jambar haruslah ahli dan sudah mengetahui bagian mana saja dari hewan kurban yang akan dijadikan sebagai jambar.

Karena kalau tidak, pasti akan menimbulkan kesalahpahaman yang tak jarang membawa kegagalan dalam upacara adat tersebut. Jambar juga erat hubungannya dengan harga diri dan juga merupakan perwujudan penghormatan kepada leluhur.

 5. Harajaon

Harajaon dalam masyarakat Batak berbeda dengan raja-raja yang kita ketahui sebagai seseorang raja yang mempunyai segala kelimpahan. Raja yang mempunyai istana dan sebagainya.

Seseorang yang dianggap sebagai raja dalam masyarakat Batak adalah orang yang berkarakter baik dan mempunyai pengaruh penting dalam lingkungannya. Dan juga mampu dan mahir memelihara Tano, Mudar, Partuturon dan Parjambaron sebagaimana fungsinya.

Seorang raja dalam masyarakat Batak juga harus yang paham dengan Tarombo. Raja-raja itu kerap disebut sebagai Raja Ni Dongan Tubu, Raja Ni Boru, dan Raja Ni Hula-Hula.

 6. Hajolmaon

Seseorang yang sudah bisa disebut sebagai jolma atau manusia dalam keyakinan masyarakat Batak adalah orang yang sudah dewasa. Seseorang yang sudah matang dalam berpikir dan tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Seseorang itu sudah bisa menentukan jalan hidupnya di dunia dan akhirat. Dalam tingkatan ini, seseorang tadi sudah selesai melaksanakan fase sebelumnya dengan baik. Seseorang itu sudah mempunyai kebesaran dan kebijaksanaan yang datang dari Debata Mula Jadi Nabolon.

Seseorang yang sudah sampai pada tahapan ini, konon diyakini, sebuas apa pun binatang yang ada di hadapannya akan takluk oleh sinar matanya.

7. Sahala

Sahala dapat diartikan sebagai kekuatan di luar dari kemampuan manusia pada umumnya. Sahala diyakini datang kepada seoserang langsung diturunkan oleh Sang Pencipta karena sudah bertakwa kepada nenek moyang dan juga kepada Debata Mula Jadi Nabolon.

Apabila seseorang sudah mendapatkan Sahala, tak jarang seseorang itu berbicara sendiri untuk menyampaikan pesan nenek moyang sebelumnya. Dan bahkan bisa meramalkan apa yang akan terjadi kelak di dalam kelompok mereka.

 8Hasaktion

Hasaktion bisa diartikan sebagai keluarbiasaan seseorang dalam menghadapi situasi apapun. Sifat-sifat dalam kehidupannya sangat berbeda atau bahkan disebut aneh karena sangat berbeda dengan manusia pada umumnya.

Mampu mengubah keadaan dengan sihir, tapi mempunyai tujuan yang berbeda dengan seseorang yang bekerja sebagai ahli sihir.

Dalam masyarakat Batak, Raja Sisingamangaraja diyakini berada dalam posisi ini dan dikatakan sebagai personifikasi Dewa Penghubung atau disebut juga sebagai Raja Hatorusan yang dapat menghubungkan manusia dengan Debata Mula Jadi Nabolon.

9. Ha-Debata-On

Dalam kepercayaan orang Batak, Ha-Debata-On merupakan segala hal yang bersifat maha. Dan semua itu haya ada pada Debata Mula Jadi NabolonDari sembilan penggolongan tingkat kepercayaan di atas, bisa dibagi menjadi tiga bagian.

Pertama sebagai Haholongan Dongan Jolma yang mencakup Tano, Mudar, dan Partuturon. Kemudian yang kedua Pasangapon Raja yang mencakup Parjambaron, Harajaon, dan Hajolmaon.

Dan yang terakhir diyakini sebagai akhir tujuan kepercayaan masyarakat Batak adalah Somba Mardebata yang mencakup Sahala, Hasaktion, dan Ha-Debata-On

Dikutip dari Batakgaul