Celoteh Warga Terkait Pembangunan Balige By Pass yang tak Sesuai Rencana
Sejumlah warga Balige mempertanyakan realisasi pembangunan Ring Road Balige (Balige By Pass), yang jauh dari rancangan semula.
Hal itu mereka sampaikan saat mengadakan temu pers dengan sejumlah wartawan, kemarin di Medan.
Mereka menyampaikan, bahwa sesuai rencana, lebar proyek by pass tersebut adalah 25 meter.
"Setidaknya itu sesuai dengan lebar tanah yang dibebaskan, yaitu 25 meter. Terlepas apakah 25 meter itu sudah termasuk parit kiri-kanan, tapi yang pasti, kami sudah mendukung rencana pembangunan ring road dengan bersedia melepaskan tanah kami dan yang kami tahu, bahwa sesuai pelepasan lahan, lebar ring road adalah 25 meter," papar seorang warga.
Kenyataan, lanjut mereka, ada beredar informasi, bahwa lebar jalan nantinya hanya 10 meter sudah ikut parit kiri dan kanan.
"Kalau benar, ini jelas sudah sangat jauh dari harapan kami masyarakat yang sudah bersedia melepaskan tanah untuk mendukung pembangunan ring road. Kami tidak paham sama sekali apa alasan sehingga terjadi perubahan yang sangat signifikan," kata seorang warga, S Pardede.
"Selain itu yang jadi pertanyaan adalah, kemana lahan kami yang selebihnya akan digunakan? Apakah mau dijadikan ruko? Ini semua jadi pertanyaan bagi kami," sambung warga lainnya, P Hutagaol.
Mereka pun mendesak agar pemerintah mengembalikan pembangunan ring road ke rencana awal.
"Satu alasan kami bersedia melepaskan lahan adalah karena melihat rencana awal. Kalau sudah terjadi perubahan rencana, jelas saja kami jadi merasa ditipu oleh pemerintah," tandas warga.
Sementara itu, pengamat perkotaan Raya Timbul Manurung, juga turut mempertanyakan perubahan dimaksud.
"Kita tahu, lahan yang dibebaskan adalah selebar 25 meter. Ternyata kemudian beredar informasi, ada revisi desain dan pekerjaan, menjadi 10 meter sudah termasuk parit kiri kanan. Muncul pertanyaan, apa ini benar? Kalau benar, kenapa ada perubahan desain?" tuturnya.
Disebutkannya, andai misalnya lebar hanya 10 meter ikut parit kiri kanan, itu lagi bukan kategori by pass (ring road) sebagaimana rencana awal, tapi sudah jadi jalan kampung biasa.
"Lalu kemana sisa lebar tanah yang 15 meter? Apa dampak dan manfaat kalau jalan kecil itu sudah jadi," tanyanya.
Ditambahkan Raya Manurung, sebagaimana namanya by pass, maka fungsinya adalah, agar kendaraan yang tak singgah ke Balige dapat langsung via by pass.
"Ini umumnya adalah kendaraan besar seperti bus atau truk, sehingga tujuan untuk mengurangi kemacetan di kota akan tercapai. Selain itu tentu saja untuk mengembangkan pusat ekonomi baru. Juga berpotensi menaikkan PAD dengan naiknya harga tanah dan meningkatnya ekonomi," paparnya.
"Namun dengan perubahan itu, maka jalan akan tetap jadi jalan kampung dan semua tujuan di atas tidak tercapai," katanya lagi.
Sebagai pembanding, Raya Manurung mencontohkan jalan akses masuk ke Doloksanggul yang sudah rata-rata 4 lajur.
"Kita bisa lihat bagaimana perkembangan kotanya. Sementara Balige nantinya akan tetap seperti tarutung yang hanya punya jalan-jalan kecil. Belum lagi dibandingkan dengan ring road di Medan, dimana perkembangan ekonomi disana berkembang pesat. Selain itu, sebagai kota tujuan wisata, Balige juga harus bisa seperti Yogya yang membuka dua ring road, untuk menunjang pariwisata," urainya.
Untuk itu disampaikannya, agar pembangunannya dikembalikan ke rencana semula.
"Apakah ada keraguan di pikiran kalangan perencana akan ada persaingan karena adanya rencana jalan tol ke Parapat? Atau apakah ada persaingan dalam konsep desain?" tutup Raya Timbul Manurung.
Ketika soal ini akan dikonfirmasikan, Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN)-II Medan, Jumat (14/7/2017), Paul AH Siahaan tidak berada di tempat.
Wartawan kemudian menitipkan permintaan konfirmasi melalui sekuriti, yang katanya akan disampaikan kepada sekretaris dan diminta menunggu. Namun hingga Senin (17/7/2017), belum ada hasil konfirmasi dimaksud.