Cari

Wah, Ternyata Ada Orang Batak yang Ikut Dalam Perumusan Pancasila

Posted 14-06-2017 14:42  » Team Tobatabo
Foto Caption: Garuda Pancasila Sebagai Ideologi Negara

Pidato Bung Karno tentang Pancasila di sidang Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) 1 Juni 1945 telah diresmikan menjadi Hari Lahir Pancasila dan dinyatakan sebagai hari libur nasional.

Bersama-sama Bung Karno, ada 62 anggota BPUPKI yang pada masa sidang pertama (29 Mei – 1 Juni 1945) khusus membahas tentang apa dasar negara Indonesia jika merdeka kelak.

Nah, dari total 62 anggota BPUPKI yang mewakili berbagai etnis dan agama itu, terdapat satu-satunya orang Batak.

Parada Harahap

Dia adalah Parada Harahap yang ikut merumuskan dasar negara, yang kelak kita sebut sebagai Pancasila.

Siapa Parada Harahap?Lahir di Pargarutan, Sipirok, Tapanuli Selatan pada 15 Desember 1899, Parada adalah seorang jurnalis ternama pada zamannya.

Dia bahkan dijuluki King of the Java Press karena kemauannya yang keras dan semangat belajarnya yang tinggi dalam jurnalisme. Baik secara otodidak maupun mengikuti kursus-kursus.

Sejak bulan Juli 1914, Parada bekerja sebagai leerling schryver pada Rubber Cultur My Amasterdam di Sungai Karang, Asahan. Karena kecerdasan dan daya ingatnya yang sangat baik Parada kemudian dapat menggantikan juru buku berkebangsaan Jerman.

Selama bekerja di perkebunan itu Parada terus belajar supaya dapat berbicara Bahasa Belanda membaca surat kabar De Sumatera Post dan surat kabar berbahasa Melayu seperti Benih Merdeka dan Pewarta Deli serta mempelajari tulisan-tulisan yang dimuat dalam surat kabar itu.

Pada tahun 1917 dan 1918, Parada telah menulis dan membongkar kekejaman Poenale Sanctie dan perlakuan di luar batas perikemanusiaan terhadap kuli-kuli kontrak yang dilakukan baik oleh tuan kebun maupun bawahannya.

Karier jurnalismenya dimulai ketika ia menjadi staf redaksi surat kabar Benih Merdeka. Kemudian dia kembali ke kampung halamannya dan memimpin surat kabar Sinar Merdeka (1919) dan memimpin majalah Poestaha.

Surat kabarnya sebagian besar mengkritik kebijakan pemerintahan kolonial Belanda akibat kesewenang-wenangan mereka selama di Hindia Belanda.

Selama dua tahun di Padangsidempuan, ia telah 12 kali terkena delik pers serta berulangkalu keluar masuk penjara.

Pada 1922, dia pindah ke Jakarta menerbitkan mingguan Bintang Hindia, Bintang Timur dan Sinar Pasundan.

Pada saat itu ia mulai memakai nama samaran Oom Baron Matturepeck yang diambil dari bahasa Batak (berarti suara dari kertas).

Selain itu, ia adalah satu-satunya orang pertama yang mendirikan Akademi Wartawan di Jakarta. pada masa pendudukan Jepang. Dia dipercaya menjadi pemimpin redaksi surat kabar Sinar Baroe.

Menjelang masa kemerdekaan pada tahun 1945, ia masuk dalam susunan anggota BPUPKI yang dibentuk oleh Jepang di Jakarta. Dia adalah satu-satunya anggota BPUPKI yang berasal dari etnis Batak.

Parada meninggal dunia di Jakarta pada 11 Mei 1959 atau pada umur 59 tahun.