Tau Ngak, Konon Saking Terkenalnya Pengelola Soda Cap Badak Sampai Dapat Tempat Duduk Khusus Di Bioskop Siantar
Anda punya rencana berlibur ke kota Medan sebagai kota ketiga terbesar di Indonesia, pasti tidak akan lupa dengan Bolu Gulung Meranti, Bika Ambon dan teri Medan.
Bagaimana pula kalau berlibur ke salah satu objek wisata alam yang menarik khususnya objek wisata Danau Toba yang dikelilingi beberapa kabupaten kota.
Jangan lupa singgah di Pematang Siantar sekadar untuk merasakan enaknya makan Roti Ganda sambil menyeruput kesegaran kopi Kok Tong dan menyaksikan kebisingan kota Siantar dengan suara Becak Siantar (becak motor BSA – British Small Arm).
Becak dengan suara khas ini masih lalu lalang di kota Pematang Siantar dan menjadi peinggalan sejarah yang harus dilestarikan. Menginjakkan kaki di Kota Pematang Siantar, dan berkeliling kota dengan becak bermotor terasa tak lengkap kalau belum merasakan kesegaran minuman Cap Badak yang memiliki legenda hampir satu abad lamanya hadir di kota Pematang Siantar.
Pernah dengar susu Badak atau akrab juga dituliskan dalam menu makanan dan minuman di restoran ”Soda Gembira” ? Kalau warga Siantar dan Sumatera Utara sudah akrab dengan susu Badak (susu kental dicampur dengan soda cap Badak). Tinggal pilih, mau pakai es batu atau tidak.
Sebelum diminum, susu kental yang sudah ada di dalam gelas dicampur dengan soda lalu diaduk hingga susu dan soda menyatu. Kalau mau diminum dalam keadaan dingin tinggal tambah es batu.
Hmmm…rasanya sangat segar dan nikmat!! Susu Badak termasuk salah satu minuman paling disukai di kota Pematang Siantar. Hampir tiap warung menyediakan susu badak.
Konon katanya, minuman ini bisa mengembalikan stamina dan dapat mengusir angin yang bersarang dalam tubuh. Karena, ketika Anda meminumnya, akan ada suara sendawa yang mengeluarkan angin lewat mulut.
Eghhh…!! Seperti disampaikan Konsultan PT. Jasa Harapan Barat, Dj. Nababan yang sudah bergabung dengan perusahaan sejak awal berdiri, bahwa ”Badak” adalah merek minuman bersoda yang berusia hampir seratus tahun. Di botol minuman tertera gambar badak bercula satu dan tulisan “Badak”.
Badak telah melegenda di Kota Pematang Siantar, Medan dan kota-kota di sekitarnya. Badak dengan mudah ditemukan berdampingan dengan minuman bersoda lainnya di beberapa rumah makan. Bagi warga Medan dan Pematang Siantar termasuk yang tinggal di perantauan, Badak telah menjadi bagian dari sejarah bagi Sumatera Utara sejak lama.
Badak lebih dahulu dikenal dibandingkan dengan minuman bersoda dengan merek internasional. Seperti diceritakan Dj. Nababan didampingi Pimpinan PT. Jasa harapan Barat T. Panggabean, SE bahwa sejak tahun 1916, pabrik dengan nama NV Ijs Fabriek Siantar didirikan Heinrich Surbeck-pria kelahiran Halau, Swiss-di Kota Pematang Siantar.
Perusahaan ini memproduksi es batu dan juga minuman bersoda. Melihat angka tahunnya, minuman ini diproduksi jauh sebelum minuman bersoda lainnya masuk ke Indonesia, seperti Coca-Cola yang diperkenalkan tahun 1927 dan baru diproduksi di Jakarta tahun 1932.
Pemasok Listrik
Tidak diketahui persis alasan Pematang Siantar dipilih sebagai lokasi pabrik. Hanya saja kota itu diperkirakan menghasilkan air yang bagus untuk es batu. Di sisi lain, kota itu yang dikelilingi perkebunan memiliki penduduk dengan kantong tebal, yang berarti pula berpotensi menjadi konsumen mereka pada masa itu.
Pada masa lalu pejabat perkebunan dari daerah sekitar banyak beristirahat di Kota Pematang Siantar. Surbeck pertama kali menginjakkan kaki di Sumatera Utara pada tahun 1902.
Tidak diketahui persis tempat kedatangan awal Surbeck, tetapi kemudian diketahui pada tahun 1906 ia mendirikan pabrik gambir di Gunung Melayu, Asahan. Setelah mendirikan pabrik gambir, ia pergi ke Pematang Siantar dan mendirikan pembangkit listrik, hotel, dan pabrik es serta minuman di bawah nama NV Ijs Fabriek Siantar.
Ia juga sempat membuka usaha industri dan pembangkit listrik di Padang Sidimpuan. Usahanya sangat maju dan hingga kini usahanya yang kemudian dibeli oleh keluarga Julianus Hutabarat pada tahun 1969 masih berjalan.
Hotel masih berdiri kokoh dengan nama Siantar Hotel dan minuman produksi pabrik yang kemudian diberi nama PT Pabrik Es Siantar masih banyak beredar di Pematang Siantar dan Medan dengan merek Badak. Perusahaan yang juga mengelola pembangkit listrik dan hotel ini pada awalnya memproduksi sejumlah minuman bersoda dengan berbagai rasa.
Mulai dari rasa Orange Pop, Sarsaparilla, Rasberry, Nanas, Grape Fruit Soda, American Ice Cream Soda dan Soda Water. ”Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu dan makin banyaknya produk minuman serupa membuat kita harus jeli dalam memilih produk yang perputarannya cepat dan disukai masyarakat.
Itu sebabnya, sekarang hanya ada dua rasa yang bertahan. Yaitu, soda water dan sarsaparilla,” demikian disampaikan Immanuel Basar Hutabarat salah seorang anak dari Julianus Hutabarat. Salah satu rasa yang terkenal dan masih digemari masyarakat Pematang Siantar dan Medan adalah rasa sarsaparila, sebuah rasa yang diekstrak dari tumbuhan herbal yang berasal dari Meksiko.
Orang Medan kadang menyebut “sarsi” untuk minuman, kependekan dari sarsaparila. Ketika pendudukan Jepang, pabrik ini masih bertahan.
Penjajah Jepang menempatkan seorang wakilnya saat mengelola perusahaan ini. Pabrik tetap beroperasi seusai kemerdekaan. Akan tetapi, situasi kemudian berubah ketika Heinrich Surbeck dibunuh oleh laskar rakyat yang memberontak melawan Belanda seusai Proklamasi Kemerdekaan. Dua anak Surbeck sempat diungsikan ke Eropa sehingga mereka selamat.
Tetap Menjadi Primadona
Seperti dikisahkan Dj. Nababan, meski tanpa kehadiran keluarga Surbeck, NV Ijs Fabriek Siantar tetap beroperasi. Elman Tanjung yang bekerja sejak awal dan kawan-kawannya tetap mengelola usaha itu hingga kemudian salah satu anak Surbeck, yaitu Lydia Rosa, kembali ke Pematang Siantar pada tahun 1947.
Di kota itu Rosa menikah dengan seorang pria Belanda bernama Otto. Otto kemudian mengelola usaha ini hingga tahun 1959. Gonjang-ganjing di Tanah Air yang disertai isu nasionalisasi aset pada tahun itu menjadikan Otto menyerahkan pengelolaan NV Ijs Fabriek Siantar kepada Tanjung. Sampai tahun 1963, Otto dan Rosa masih berada di Indonesia hingga kemudian mereka keluar dari Indonesia menuju Swiss. Sejak saat itu Tanjung mengelola sepenuhnya usaha ini.
Di suatu kesempatan, Tanjung berkenalan dengan Julianus Hutabarat, seorang pengusaha. Hutabarat bersama saudara-saudaranya telah memiliki usaha dengan nama Barat Trading Company berminat untuk membeli NV Ijs Fabriek Siantar. Hingga akhirnya, tahun 1969 Hutabarat membeli perusahaan itu dengan cara mencicil hingga pada tahun 1971 perusahaan itu benar-benar menjadi milik Hutabarat.
Perusahaan berubah nama menjadi PT Pabrik Es Siantar. Ronald Hutabarat, salah seorang putra Julianus Hutabarat yang melanjutkan mengelola perusahaan. Sampai hari ini, orang Medan dan Pematang Siantar yang telah berada di luar kota (Jakarta, Surabaya dan luar negeri) pun masih tetap mengingat minuman cap Badak. Seperti dilansir dari Kompas, pada masa lalu PT Pabrik Es Siantar sangat terkenal. Perusahaan ini juga memasok listrik bagi Kota Pematang Siantar.
Bahkan, untuk menghormati pengelola perusahaan ini, bioskop di Pematang Siantar menyediakan tujuh tempat duduk khusus bagi keluarga Hutabarat. Tempat duduk dengan warga merah dan tulisan khusus untuk PT Pabrik Es Siantar tertera dengan jelas. Minuman cap Badak produksi PT Pabrik Es Siantar yang sudah melegenda tetap menjadi primadona bagi warga Medan, Pematang Siantar, Tapanuli Selatan serta kota-kota lainnya di Sumatera Utara dan Jawa.
Pimpinan PT Jasa Harapan Barat T Panggabean menambahkan, saat ini dengan dua jenis produk yang dipertahankan Soda Water (285 ml dan 296 ml) dan Sarsaparilla (285 ml dan 296 ml) tetap berupaya dan berinovasi dalam hal pembaharuan botol dan kemasan.