Suryadi “Marga” Sarminson, Tampilkan Tortor di Tanah Kangguru
Tarian “Tortor” Batak, salah satu budaya Indonesia yang sudah sangat dikenal, dan lestari dalam kehidupan masyarakat Batak hingga hari ini. Sebenarnya tortor dalam Bahasa Batak arti harafiahnya adalah tarian, tetapi sebagian orang di luar suku Batak terkadang menyebut dengan tarian tortor.Manortor dalam Bahasa Batak, artinya menari.
Tortor Batak diyakini ada sejak sekitar abad ke-13. Gerakan dalam tortor bukan hanya sebagai gerakan seni, estetika, atau artistik semata. Gerakan tortor tertentu atau tortor dalam acara (ritual) tertentu, juga sebagai ekspresi spiritualitas, ekspresi untuk hubungan dengan sesama manusia, dengan alam, dan dengan Sang Pencipta.
Tortor dapat dibawakan atau dipertunjukkan secara perorangan maupun kelompok, diiringi (alat) musik, misalnya gondang sabangunan, atau gondang hasapi(di sini tidak dibahas lebih detil).
Tortor sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Tarian khas Batak, Sumatera Utara, biasanya menjadi pengisi acara suka maupun duka. Tortor juga sudah merambah ke mancanegara. Para turis asing banyak yang menyukainya, bahkan dengan antusias mempelajarinya.
Dalam Program Pertukaran Pemuda Antar Negara Australia-Indonesia 2015, atau yang disebut AIYEP (Australia-Indonesia Youth Exchange Program), di dalamnya termasuk untuk membawa misi kebudayaan. 18 orang pemuda Indonesia dari berbagai provinsi membawakan budaya khas daerah masing-masing.
Program yang berlangsung 11 Oktober 2014-11 Februari 2015 ini terdiri dari 2 fase, di Australia dan di Indonesia. Dua bulan fase Australia, perpaduan fase perkotaan dan pedesan, demikian juga halnya untuk fase Indonesia.
Suryadi Sarminson (paling kanan), dalam Pagelaran Seni Budaya Indonesia di Ulladulla Public School, New South Wales, 30/11/2015 (doc. AIYEP)
Kegiatan AIYEP di Canberra, dimulai sejak 12 Oktober 2015, dan di Indonesia, Pontianak, Kalimantan Barat, dimulai pada tanggal 18 Desember 2015.
Salah satu peserta Indonesia, Suryadi Sarminson, pemuda asal Sumatera Utara, memilih untuk ‘membawa’ Tortor Batakdalam penampilannya pada sesi pertunjukan seni budaya, maupun dalam pertukaran pengetahuan tentang budaya.
Suryadi mendapat kesempatan untuk mengajarkan Tortor Batak kepada siswa Sekolah Dasar di Ulladalla Public School, New South Wales Australia.
“It’s just amazing! Sangat teramat menyenangkan untuk saya, ketika dapat memperkenalkan budaya Indonesia, khususnya Sumatera Utara pada adik-adik di sekolah dasar di Ulladalla Public School,” seru Suryadi.
“Tortor yang merupakan tarian khas Sumatera Utara, mendapat sambutan yang penuh antusias dari adik-adik di sana. Itu membuat percaya diri saya bertambah untuk memperkenalkan Tortor Batak,” demikian pengakuan Suryadi, dalam press release yang diterima BatakToday dari Youth Publisher-Medan.
Suryadi (paling kiri), bersama ‘grup’ Tortor-nya, yang beranggotakan Pemuda Indonesia dalam rangkaian kegiatan seni budaya program AIYEP (doc. Youth Publisher)
Selain Tortor Batak, pria kelahiran Medan, Suryadi yang kemudian menyelesaikan pendidikan SD hingga SMA-nya di Tarutung, juga mempromosikan budaya Batak lainnya, yaitu dengan menyampaikan ‘cenderamata’ khas Batak untuk orangtua angkat dan koleganya di Australia.
Suryadi menyampaikan Ulos(kain tenunan khas Batak) kepada orangtua angkatnya di Canberra dan di New South Wales. Memberikan miniatur Rumah Adat Batak kepadaSupervisor di tempatnya bekerja sebagai tenaga magang, Australian Broadcasting Corporation (ABC), Canberra, dan Ulladulla Public School, New South Wales.
Suryadi juga membagikan sortali(rajutan yg bermotif ulos, biasa dipakai di kepala) kepada seluruh peserta Indonesia. Serta membagikan gantungan kunci unik khas kawasan Danau Toba kepada teman-temannya peserta dari Australia.
Pertunjukan Seni Budaya
Selama program AIYEP berlangsung, Suryadi yang alumnus Ilmu Komunikasi FISIP USU dan sebelum mengikuti AIYEP bertugas sebagai reporter analisadaily.com, bersama peserta dari Indonesia yang lain, melakukan berbagai kegiatan dan penampilan seni budaya selama berada di Australia.
Setiap hari Senin mereka mengunjungi dua sampai tiga sekolah untuk menampilkan berbagai kekayaan budaya Indonesia, seperti tarian, lagu-lagu medley Nusantara, pakaian tradisional, musik, dan lain-lain.
Warga Australia yang hadir mencoba meniru dan mempelajari gerakan Tortor Batak, dalam pagelaran seni budaya di KBRI di Canberra, Australia, 3/12/2016 (doc. AIYEP)
Yang paling berkesan, menurut Suryadi, adalah penampilan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Canberra, 3 Desember 2015.Tortor Batak yang dibawanya dari ‘kampung asal’ Sumatera Utara, menjadi tarian pamungkas dalam acara tersebut, sekaligus sebagai penampilan seni budaya yang terakhir dari delegasi Pemuda Indonesia selama berada Australia.
Tortor Batak yang dibawakannya bersama anggota delegasi, berhasil memukau warga Australia yang hadir, yang terdiri dari guru-guru dari sekolah yang pernah mereka datangi, para profesional dari tempat mereka magang, dan anak-anak sekolah.
Sebagai penutup acara pertunjukan, seluruh hadirin, termasuk anak-anak sekolah turut bersama-sama manortor, menarikan Tortor Batak.
Acara manortor berlangsung meriah, meski kadang menggelikan ketika sebagian ‘panortor’ (‘penari’) yang merupakan warga Australia, berusaha membawakan gerakan-gerakan tortor yang ‘tercampur’ dengan gerakan tarian Nusantara yang sebelumnya ‘terlanjur’ mereka saksikan, melalui penampilan terdahulu dari anggota delegasi Pemuda Indonesia yang lain.
Di akhir acara, beberapa undangan bertanya tentang Ulos kepada Suryadi Sarminson, pemuda ‘belum bermarga’ yang sedemikian kentalnya Habatahon (sense of Batak, jiwa Batak) melekat dalam jiwanya. (rel)
Sumber BatakToday