Cari

Survei di Medan Membuktikan Lelaki Suka Lelaki Semakin Tinggi

Posted 24-02-2016 11:39  » Team Tobatabo

MEDAN- Perilaku seks bebas Lelaki Suka Lelaki (LSL) memiliki resiko tinggi terinfeksi HIV. Resiko itu timbul karena adanya perlakuan melakukan hubungan hingga menyebabkan adanya luka.

Sekretaris Pelaksana Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Sumut, Ahmad Ramadhan mengatakan, pihaknya telah mengarahkan dan menghimbau agar tidak melakukan hubungan yang berkaitan dengan resiko tersebut.

Dari hasil Survei Cepat Perilaku (SCP) berkaitan dengan LSL tahun 2015 di Medan yang dilaksanakan KPA Sumut yang difasilitasi KPA Nasional, populasi LSL di Medan hasil pemetaan tahun 2014 berjumlah sekitar 1.680 orang.

Jumlah ini, sambungnya, dikarenakan cara mereka mendapatkan teman paling dominan melalui media sosial atau internet sebagai tempat sosialisasi.

“Kita tidak tahu apa kontennya yang membuat orang menarik dalam media sosial itu. Apakah karena bosan dengan lawan jenis, apakah sudah karakternya. Apakah faktor hormonal atau lingkungan. ini perlu pengkajian apa latar belakangnya ,” ujar Ramadhan, kemarin.

Dia melanjutkan, selain itu hasil SCP terhadap 240 orang LSL secara umum LGBT dari jumlah 1.680, berusia antara 16 sampai 60 tahun, dominan usia 20 sampai 30 tahun dan yang paling tinggi usia 30 tahun.

Dari tingkat pendidikan, SLTA 121 orang atau 50,4 persen dan perguruan tinggi atau akademi 107 orang atau 44,6 persen. Jumlah ini berbeda dengan hasil survei terhadap Wanita Pekerja Seks kebanyakan di tingkat SD.

Dalam survei yang dilakukan, ada yang mengaku dalam 1 bulan satu orang 30 kali berhubungan, ada 30 orang yang berhubungan dengan 1 orang. Ada juga yang mengaku 10 orang berhubungan dengan 60 orang dan ada yang 65 orang dengan 1 pelanggannya.

“Selain itu, dari 240 orang yang di survei, 66,7 persen mengatakan mengetahui tempat tes HIV dan 33,3 persen tidak tau dimana tempatnya. 54,2 persen saat berhubungan memakai kondom dan pelican dan 35 persen tidak menggunakan keduanya,” beber Ramadhan.

Menurutnya, KPA sendiri sudah lama mengetahui fenomena LGBT ini dan memiliki program bagi LGBT dan WPA untuk PMTS guna melakukan kerja sama dengan LSM Pendamping. Untuk tahun ini, masih menunggu anggaran menjalankan program.

“Kita berharap kepada sektor terkait seperti Dinas Pendidikan dan Kopertis serta tokoh agama untuk melakukan penanggulangan menghadapi kondisi saat ini. Membuat program atau kegiatan pencegahan dan upaya kepada yang sudah berperilaku, karena ada pengaruh dari lingkungan,” imbuhnya.

Sementara Proyek Maneger Global Fund Andi Ilham Lubis mengatakan, untuk resiko terinfeksi HIV hasil survei terpadu biologi tahun 2011 sebesar 1,3 persen. Namun, tahun 2014 hasil surve- yang dilakukan itu kepada 1.680 LGBT khususnya LSL naik menjadi 4 persen dan Waria diatas 20 persen.

“Hasil survey dari 1.680 populasinya LGBT khusus LSL ada 4 persen yang positif HIV, atau 70 sampai 80 orang dan untuk WPS dari 900 populasinya yang positif HIV ada 20 persen atau sekitar 180 orang,” ujarnya.

Saat ini, sambung Andi Ilham, karena pasangan lebih banyak tak tertutup kemungkinan dengan trendLSL yang saat ini lagi marak, mereka mengubah status menjadi LSL.

Jadi, harapnya, pendekatan tidak hanya dari sisi kesehatan dan perilaku tetapi juga penting adanya pendekatan lini psikologi seperti perlunya psikiater atau kejiwaan.

“Tidak cukup layanan IMS saja, perlu dilakukan secara komprehensif membuat mereka menjadi berguna dan bertanggung jawab. Selain itu, kerja sama lintas sektor difasilitasi KPA Sumut sepeti di Medan dan Deli Serdang yang jumlah penduduknya banyak,” tuturnya.

Sumber metrosiantar