“Selain itu, dari 240 orang yang di survei, 66,7 persen mengatakan mengetahui tempat tes HIV dan 33,3 persen tidak tau dimana tempatnya. 54,2 persen saat berhubungan memakai kondom dan pelican dan 35 persen tidak menggunakan keduanya,” beber Ramadhan.
Menurutnya, KPA sendiri sudah lama mengetahui fenomena LGBT ini dan memiliki program bagi LGBT dan WPA untuk PMTS guna melakukan kerja sama dengan LSM Pendamping. Untuk tahun ini, masih menunggu anggaran menjalankan program.
“Kita berharap kepada sektor terkait seperti Dinas Pendidikan dan Kopertis serta tokoh agama untuk melakukan penanggulangan menghadapi kondisi saat ini. Membuat program atau kegiatan pencegahan dan upaya kepada yang sudah berperilaku, karena ada pengaruh dari lingkungan,” imbuhnya.
Sementara Proyek Maneger Global Fund Andi Ilham Lubis mengatakan, untuk resiko terinfeksi HIV hasil survei terpadu biologi tahun 2011 sebesar 1,3 persen. Namun, tahun 2014 hasil surve- yang dilakukan itu kepada 1.680 LGBT khususnya LSL naik menjadi 4 persen dan Waria diatas 20 persen.
“Hasil survey dari 1.680 populasinya LGBT khusus LSL ada 4 persen yang positif HIV, atau 70 sampai 80 orang dan untuk WPS dari 900 populasinya yang positif HIV ada 20 persen atau sekitar 180 orang,” ujarnya.
Saat ini, sambung Andi Ilham, karena pasangan lebih banyak tak tertutup kemungkinan dengan trendLSL yang saat ini lagi marak, mereka mengubah status menjadi LSL.
Jadi, harapnya, pendekatan tidak hanya dari sisi kesehatan dan perilaku tetapi juga penting adanya pendekatan lini psikologi seperti perlunya psikiater atau kejiwaan.
“Tidak cukup layanan IMS saja, perlu dilakukan secara komprehensif membuat mereka menjadi berguna dan bertanggung jawab. Selain itu, kerja sama lintas sektor difasilitasi KPA Sumut sepeti di Medan dan Deli Serdang yang jumlah penduduknya banyak,” tuturnya.
Sumber metrosiantar