Cari

Gatot Pujo Dituntut 4,5 Tahun Penjara, Evy Susanti 4 Tahun

Posted 18-02-2016 14:00  » Team Tobatabo

Jakarta - Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dituntut hukuman 4,5 tahun penjara. Sedangkan istrinya Evy Susanti dituntut hukuman 4 tahun bui. Keduanya diyakini Jaksa pada KPK menyuap hakim dan panitera PTUN Medan dan memberikan duit ke Patrice Rio Capella.

"Kami Penuntut Umum menuntut supaya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa 1 Gatot Pujo Nugroho dan terdakwa 2 Evy Susanti terbukti secara sah dan meyakinkan menyuap hakim dan pegawai negeri," kata Jaksa pada KPK Irene Putri saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jl Bungur Besar, Jakpus, Rabu (17/2).

Jaksa juga menuntut keduanya membayar denda masing-masing Rp 200 juta subsidair 5 bulan kurungan. Dalam pertimbangan tuntutan, Jaksa memaparkan hal-hal yang meringankan yakni keduanya belum pernah dipidana, kooperatif dan memiliki tanggungan keluarga. Gatot dan Evy juga dinyatakan sebagai justice collaborator yang membuka peran pihak lain.

Dalam tuntutan, Jaksa KPK meyakini keduanya memberikan uang kepada Hakim dan Panitera PTUN Medan melalui pengacara Gatot, Otto Cornelis Kaligis.

Duit total USD 27 ribu dan SGD 5 ribu yang diberikan ke hakim PTUN Medan yakni Tripeni Irianto Putro, Dermawan Ginting, Amir Fauzi dan panitera PTUN Syamsir Yusfan dimaksudkan untuk mempengaruhi putusan atas gugatan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumut atas penyelidikan tindak pidana korupsi dana bansos dan sebagainya.

"Dari fakta hukum terlihat jelas bahwa uang USD 27 ribu dan SGD 5 ribu (SGD) bukan uang konsultasi melainkan uang suap yang akan dimohonkan oleh OC Kaligis bersama terdakwa," tegas Irene.

Gatot-Evy menurut Jaksa berharap dengan diberikannya uang tersebut, hakim dapat mengabulkan gugatan yang diajukan oleh tim OC Kaligis atas penyelidikan tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dana bansos, Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemprov Sumatera Utara.

"Unsur mempengaruhi perkara telah terpenuhi dan dapat dibuktikan," katanya.

Gatot dan Evy juga diyakini terbukti melakukan pidana korupsi sebagaimana dakwan kedua yaitu memberikan uang Rp 200 juta kepada Patrice Rio Capella yang saat itu menjabat sebagai Sekjen NasDem dan anggota Komisi III DPR.

Evy atas persetujuan Gatot menyerahkan uang Rp 200 juta kepada Rio melalui anak buah OC Kaligis Fransisca Insani Rahesti. Duit ini diberikan agar Rio Capella memfasilitasi islah guna memudahkan pengurusan penghentian penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung.

"Dengan demikian unsur menyuap pegawai negeri telah terpenuhi dan dapat dibuktikan," ujar Irene.

Jaksa menilai keduanya telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan korupsi yang ancaman pidananya diatur dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPIdana.

Sedangkan untuk dakwaan kedua, Gatot-Evy diyakini terbukti melakukan korupsi sebagaimana diancam pidananya dalam Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) KUHPidana. 

Gary Dihukum 2 Tahun

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menghukum Moh. Yagari Bhastara alias Gary selama 2 tahun penjara, denda Rp 150 juta subsidair 6 bulan penjara. Gary, bekas anak buah OC Kaligis ini terbukti terlibat dalam suap hakim/panitera PTUN Medan.

"Menyatakan terdakwa M Yagari Bhastara secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata Hakim Ketua Sumpeno membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar, Jakarta Pusat, Rabu (17/2).

Gary dinilai bersalah terlibat bersama OC Kaligis, Gubernur Sumatera Utara non aktif Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evy Susanti memberikan uang total USD 27 ribu dan SGD 5 ribu ke hakim dan panitera PTUN Medan.

Tunggu Penghitungan BPK
Sementara itu, tim penyidik pada pidana Khusus Kejaksaan Agung masih menunggu hasil penghitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk berkas tersangka Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho (GPN) terkait kasus dugaan korupsi penyaluran Dana Hibah Bantuan Sosial (Bansos) Tahun Anggaran 2013.

"Kami masih menunggu hasil penghitungan kerugian negara dari BPK untuk berkas tersangka GPN (Gatot Pujo Nugroho-red)," kata ketua Satuan Tugas khusus, Viktor Antonius Sidabutar kepada  SIB, Rabu (16/02).

Viktor Sidabutar menegaskan, lambannya, penghitungan kerugian negara dilakukan BPK, disebabkan tim audit yang diterjunkan, hanya 6 orang. Sementara untuk berkas perkara Gatot diketahui ada 16 SKPD yang tersebar di berbagai wilayah berbeda. Tim audit itu sudah 2 minggu berada di lokasi kejadian.

Viktor Sidabutar juga mengatakan pihaknya akan melayangkan surat permohonan kepada Mahkamah Agung untuk menyidangkan Gatot di Sumut sesuai locus delecti (tempat kejadian perkara-red).

"Kami tahu, saat ini GPN juga sedang disidangkan di Tipikor Jakarta. Namun kalaupun tidak dikabulkan, kami siap untuk membuktikan dakwaan kami terhadap Gatot di Tipikor Jakarta," pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam kasus Dana Hibah Bansos Sumut 2013, tim penyidik Kejagung telah menetapkan 2 tersangka yaitu Gubsu non aktif, Gatot Pujo Nugroho dan Kepala Badan Kesejahteraan Pembangunan dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Sumatera Utara, Eddy Sofyan. Kedua tersangka saat ini sudah mendekam di rutan berbeda.

Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Arminsyah, kasus tersebut berawal tahun 2013 dimana Pemrov Sumut mendapatkan kucuran dana hibah sebesar Rp 2.037.902.754.481 yang dikelola 17 SKPD dan 5 Biro. Khusus untuk SKPD Bakesbangpol dan Linmas tahun 2013 mengelola dana hibah sebesar Rp 20.785.000.000, untuk 143 organisasi penerima hibah.

Namun, dalam pelaksanaannya, dana hibah tersebut tidak diterima yang berhak. Berdasarkan catatan penyidik, 16 lembaga atau organisasi penerima dana hibah Pemrov Sumut 2013 tidak diketahui keberadaannya, alamat yang dicantumkan dalam proposal ternyata tidak ditemukan keberadaannya (fiktif) sebesar Rp.1.675.000,000.

Kemudian, lanjut Arminsyah 6 lembaga penerima hibah tidak menunjukkan bukti pertanggung-jawaban pengunaan dana, menerima tidak utuh dana hibah, bantuan sudah dibayarkan tetapi tidak ada pelaksanaan kegiatan sebagaimana dalam proposal, bantuan diterima pihak yang tidak berhak sebesar Rp530.000.000.

"Bahwa perbuatan Drs Eddy Sofyan bersama Gatot Pujo Nugroho telah melanggar Permendagri Nomor 32 tahun 2011 jo Peraturan Gubernur Sumut No 14 tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Sumut yang telah mengakibatkan kerugian negara dan menurut perhitungan sementara Rp 2.205.000.000," beber Arminsyah.

Menurut mantan Jamintel ini, Gatot dituding tidak melakukan verifikasi terhadap para penerima dana hibah dan Bansos kala itu. Sementara Eddy dianggap turut membantu adanya penerima-penerima dana hibah siluman di Sumut.

Sumber SIB