Tobatabo
 
Posted 06-04-2015 21:20  » Team Tobatabo

Mengupas Arti Marga Raja, Marga Boru, Dan Tano Marga

 

Dalam hakekatnya tanah merupakan salah satu yang sangat krusial dalam kehidupan masyarakat Batak. Tanah juga dianggap sebagai identitas dalam masyarakat Batak. Misalnya marga-marga tertentu memiliki kampung atau huta tempat dimana mereka berasal, dan tanah dikampung halaman mereka selalu dijaga sebagai pertanda bahwa mereka berasal dari kampung tersebut.

Dalam hal ini tobatabo akan coba menjelaskan hubungan tano (tanah) dengan Marga dan posisi setiap masyarakat dalam adat batak. Dalam hal ini akan dijelaskan secara gamblan apakah itu yang dimaksud dengan Marga Raja, Marga Boru, Tano Marga dan seperti apa hak dan kedudukan mereka dalam kehidupan tano adat.

A. Marga Raja

Yaitu marga dari keturunan pendiri atau pembuka suatu huta (perkampungan). Pada umumnya di tanah Batak, marga raja merupakan mayoritas dalam setiap huta atau negeri.

Marga raja adalah pemilik tanah. Hanya marga raja yang berhak dipilih menjadi raja huta atau pemimpin negeri.

Raja huta berfungsi sebagai pemangku adat, penegak hukum dan keadilan, serta pemimpin rakyat menuju kesejahteraan bersama. Marga lain yang tidak termasuk dalam marga raja disebut marga boru.

B. Marga Boru

Yaitu penduduk huta atau negeri dalam lingkungan tanah marga yang marganya tidak termasuk dalam marga raja. Orang-orang yang termasuk dalam marga boru tidak berhak menjadi pemilik tanah.

Mereka hanya berhak mengusahakan tanah serta menikmati hasilnya selama mereka berdiam di tanah marga tersebut.

C. Tano Marga (Tanah Marga)

Yaitu tanah sebagai hak warisan bersama suatu marga atau suatu keturunan na marsaompu (yaitu keturunan seorang leluhur dari suatu marga).

Tano marga meliputi tanah yang dijadikan perkampungan (huta), sawah, ladang, kebun, hutan belukar, padang ilalang, rawa-rawa, sungai-sungai, bukit-bukit, dan laut di sekitarnya.

Hukum adat mengatur bahwa seseorang atau sekelompok dari keturunan pemilik tano marga tidak berhak menjual tano marga, karena tano marga tersebut mengandung hajat hidup keturunan seterusnya dan merupakan patokan persekutuan genealogis. Tano marga adalah milik utama pemiliknya demi hajat hidup selanjutnya dari keturunan persekutuan genealogis tersebut yang terus berkembang.

Anak-cucu atau keluarga yang berada di tempat lain di luar tano marga memiliki hak yang sama atas tanah tersebut. Mengenai hasil tanah, yang memetiknya hanyalah siapa di antara mereka yang mengusahakannya.

Tano marga tidak boleh digeser dengan cara apa pun menjadi milik orang dari keturunan lain untuk dimiliki secara pribadi dengan mutlak.

Demikian juga dalam keturunan pemilik tano marga itu sendiri, hal seperti itu tidak dibenarkan oleh hukum adat. Orang dari marga lain yang dianggap sebagai boru dan tinggal di lingkungan tano marga, atau yang datang ke kampung tersebut, hanya berhak mengusahakan atau mengerjakan sebidang tanah setelah mendapat ijin, tetapi tidak berhak memilikinya.