Masyarakat Batak Butuh Reformasi Mental
Sejumlah tokoh maupun 'para awam' dari kalangan rumpun masyarakat Batak di negeri ini, menilai dan menyayangkan 'Dunia Batak' yang terkesan mulai kehilangan tokoh kharismatik yang berpengaruh sentral sehingga butuh penggalangan ulang (reprofiliasasi) untuk mengembalikan kejayaan dan memulihkan citra orang Batak di masa mendatang.
Pakar sumber daya manusia (SDM) Dr Polin LR Posposdan tokoh masyarakat Batak di Medan Nelson D Malau (sesepuh komunitas lintas marga Guru Tatea Bulan), menyatakan orang-orang Batak saat ini sudah saatnya untuk kembali menyatu dan bersatu dalam berbagai forum lokal maupun nasional.
Sementara, aktivis 'Orang Batak' Dr Muchtar Pakpahan SH MA (Ketua Umum SBSI dan mantan Sekjen Dewan Buruh Sedunia (World Labour Council-WLC)--ILO-PBB), menyatakan 'nasib' orang Batak dari kalangan Batak Toba maupun Mandailing/Angkola atau Batak Karo selama ini, justru masih tampak lebih baik dan lebih cemerlang di masa pemerintahan Orde Lama (Presiden Soekarno) dan Orde Baru (Presiden Soeharto) dibanding masa-masa sekarang (Era reformasi / pasca reformasi).
"Terus terang, kita orang-orang Batak ini sekarang ini sepertinya mulai kehilangan pamor karena minimnya figur-figur berpengaruh kharismatik atau ketokohan sentral, khususnya setelah kepergian para tokoh pendulu, Jenderal TNI (Purn) Maraden Panggabean, Jenderal TNI (Purn) Abdul Harris Nasution, DR GM Panggabean, DR TD Pardede, Olo Panggabean, Ferdinand Simangunsong, dan LM Siahaan. Terlepas dari istilah Presiden Jokowi tentang 'Revolusi Mental, apakah kita juga perlu menjalani atau melakukan revolusi mental untuk mewujudkan solidaritas dan loyalitas kita untuk mencapai peran dan posisi srategis untuk pengaruh sentral? Kita orang Batak ini tampaknya perlu pembenahan diri dan sikap agar kelak tak hanya jadi penonton di negeri sendiri," ujar Polin Pospos kepada SIB di Medan, Senin (2/2).
Secara khusus Polin menyatakan prihatin dengan kondisi minusnya orang Batak yang mendapat peran dan posisi strategis pada jajaran kabinet di masa pemerintahan sekarang ini. Padahal, ujar dia, banyak pihak dari kalangan Batak yang sempat optimis dan bangga ketika sejumlah nama tokoh Batak dari berbagai kalangan (politisi, profesional, pengusaha) yang sudah terpublisir dan diorbitkan dalam bursa petinggi negara (calon menteri) pasca Pilpres 2014 lalu.
Dia menilai, sejatinya saat ini sudah bermunculan para kandidat baru dari kalangan generasi muda Batak yang memiliki pamor dan peran publikatif dan strategis, khususya di tingkat nasional, baik kandidat dari rumpun-rumpun marga, generasi pengusaha, politisi, professional, aktivis.
Soalnya, pasca kejayaan tujuh tokoh Batak sebelumnya, dunia Batak di wilayah Sumut maupun nasional seperti kehilangan atau minus figur yang bisa diandalkan atau jadi panutan sentral, termasuk di Sumut sendiri
"Sepeninggal para tokoh yang populer dan berpengaruh bagi masyarakat Batak dan juga masyarakat lainnya itu, lingkaran kita (Batak) sekarang ini seperti lesu dan sepi, walaupun sebenarnya potensi dan figur kandidat kita sangat banyak. Selama ini kita terjebak iklim 'like or dislike' sehingga tak mau memahami karakter kawan yang seharusnya kita pahami sebagai instrumen kekuatan kita Batak sendiri," ujar Muchtar dan Polin senada secara terpisah.
Bahkan, secara khusus dan agak ekstrim Nelson D Malau menegaskan, kalau saja orang Batak bisa kompak dan bersatu dengan motif dan visi-misi yang menyatu, sebenarnya dengan serta merta sudah bisa menjadi pemimpin di Sumut (gubernur) atau di kota Medan sebagai wali kota.
"Banyak faktor yang sebenarnya bisa membuat kita dari komunitas Batak ini bisa menjadi pemimpin di Provinsi Sumut atau kota Medan, tapi kita seperti mengabaikan peluang hanya karena kepentingan yang justru menghilangkan kekompakan. Itu harus kita ubah cepat atau reformasi sikap," ujar Malau kepada SIB.
Hal senada juga dicetuskan Muchtar Pakpahan, bahwa generasi muda Batak saat ini perlu menerus kan etos dan citra para tokoh sebelumnya untuk menyempurnakan semangat dan potensi yang ada saat ini. Sehingga, wajah dan nama para figur Batak itu terpatri sebagai barisan sosok dan figur sukses dan berpengaruh sentral. Selain itu, para tokoh Batak itu juga punya pengaruh besar di forum internasional.
"Bayangkan di masa Soekarno dulu, ada orang Batak marga Tambunan yang sempat menjadi Menteri Sosial (1971), dan TD Pardede Menteri Berdikari. Ada Jendral AH Nasution, Amir Syarifuddin Harahap, TB Simatupang (Letjen TNI-Purn), Sitor Situmorang, dll. Di masa Soeharto, ada Adam Malik Batubara (Menlu yang kemudian jadi Wapres RI), Hasrul Harahap Menteri Kehutanan, Cosmas Batubara Menaker dan kemudian Menpora, JH Hutasoit Menteri Peternakan, Letjen TB Silalahi Men--PAN, AE Manihuruk kepala BAKN, Arifin Siregar Gubernur BI, Adil Tarigan atau Atar Sibero Dirjen PUOD Depdagri, Ronny Sikap Sinuraya Dirjen Imigrasi Depkeh RI, Midian Sirait Dirjen POM Depkes RI, Payaman Simanjuntak Dirjen Tenaga Kerja, Washington Napitupulu Dirjen Dikmenum P&K, Akbar Tanjung Menpora, Jend. Feisal Tanjung Pangab, Sabam Sirait tokoh vocal DPR RI, dll. Nah di masa Presiden Habibie, kita tampak berkurang, tinggal Panangian Siregar (Menteri Lingkungan Hidup). Di masa Presiden Gus Dur naik Luhut Panjaitan jadi Menteri Perindustrian, Djisman Simanjuntak Menkeh dan Anwar Nasution Deputy Senior BI, Di masa Megawati ada Miranda Gultom di BI, Bungaran Saragih Menteri Pertanian, dan kemudian sangat berbilang jari di masa SBY dan nyaris nihil di masa Presiden Jokowi sekarang ini," papar Muchtar Pakpahan.
Oleh karenanya, menurut Polin Pospos dan Nelson Malau, para tokoh atau kandidat tokoh Batak yang ada sekarang ini, baik di Jakarta maupun yang di Sumut sendiri, saatnya menjalin hubungan dan membuka diri untuk saling komunikasi dan saling koneksi melalui silaturahmi sosial maupun interaksi politik atau bisnis. Selain untuk menggalang kekompakan, juga untuk menghimpun potensi dan kekuatan.
"Sejatinya, kita Batak ini bisa bersatu dan menyatu atas azas 'Sitolu Sada' (tritunggal) yang mempersatukan semua perbedaan yang ada, bukannya baru bersatu setelah dipecah belah pihak kompeni di zaman Koloni Belanda. Kita harusnya kompak dan bersatu untuk menjadi panutan orang banyak, setidaknya sepertri yang dipesankan musafir atau misionaris Syubrandus van Rossum (Belanda) pada 1835 bahwa orang Batak adalah Sinar Terbit Matahari, dalam bukunya: Matahari Terbit di Balige ," ujar Polin mengisahkan salah satu pustakanya tentang literatur orang Batak.
Saat ini, sejumlah figur orang Batak yang dinilai berpotensi sebagai kandidat tokoh (sentral atau kharismatik dengan masing-masing potensi dan kapasitasnya) di masa mendatang (di luar para figur yang menjabat kepala daerah) adalah: Jend. (purn TNI) TB Silalahi, Jend. TNI Luhut Panjaitan, Sabam Sirait, Raja DL Sitorus, Dr RE Nainggolan MM, Dr SAE Nababan, Pdt Dr Bonar Napitupulu, Pdt Dr JR Hutauruk, Dr Polin LR Pospos, Capt. Anton Sihombing, Muchtar Pakpahan, Lundu Panjaitan SAH MH, Drs Rudolf M Pardede, Dr Ir Benny Pasaribu MSc, Humuntar Lumban Gaol, Sanggam SH Bakkara, Murphy Hutagalung, Agus P Pakpahan, Pande Radja Silalahi, Dr Ir Nurdin Tampubolon, Dr Ir Jongkers Tampubolon, Ir MPL Tobing, Sariaty Pardede, Drs Edward Simanjuntak, Samsul Sianturi, Ir Henry Hutabarat, Raja Pangihutan Sirait, dll.
Di kalangan generasi muda Batak antara lain: Drs Irianto Simbolon MM yang saat ini salah seorang Dirjen di Kemenakertrans Radjamin Sirait SE MBA, Parlindungan Purba SH MM, Ir GM Chandra Panggabean, Ir Leo Nababan, Maruarar Sirait, Effendi Simbolon, Sabar Ganda Sitorus, Roberto Lumban Gaol, Hariara Tambunan, dll.